Senin, 08 September 2008

=Makin Kuatkan Keistimewaan DIY; Proklamator Ke-2 Bermakna Ganda

http://www.bapeda.pemda-diy.go.id/home.php?mode=content&submode=detail&id=2798

Makin Kuatkan Keistimewaan DIY; Proklamator Ke-2 Bermakna Ganda

07/09/2008 00:23:44

YOGYA (KR) - Tekad rakyat Yogyakarta untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak hanya dibuktikan dengan Maklumat 5 September 1945, tapi kesetiaan rakyat Yogyakarta untuk menyokong tegaknya NKRI juga tersirat melalui Proklamasi 30 Juni 1949 yang dikumandangkan di Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.Naskah Proklamasi 30 Juni 1949 terdokumentasi dalam SKH Kedaulatan Rakyat edisi 30 Juni 1949. Menurut Sejarawan UGM Prof Dr Djoko Suryo, temuan tersebut merupakan fakta baru dalam sejarah perjalanan keistimewaan DIY yang selama ini belum pernah terungkap ke publik. ”Ini dokumen yang sangat penting. Saya juga mengetahuinya baru sekarang,” kata Prof Djoko kepada KR, Sabtu (6/9).Ketika disodori naskah Proklamasi 30 Juni 1949 dan mencermati redaksionalnya, Prof Djoko menyebutnya sebagai Proklamasi kedua setelah 17 Agustus 1945.

Menurutnya, Proklamasi 30 Juni 1949 memiliki makna ganda. Pertama, sebagai bentuk pengumuman kepada dunia internasional bahwa NKRI masih tegak berdiri. Sebab sebelumnya kedaulatan RI terkoyak oleh pendudukan Belanda yang ingin menjajah kembali.Kedua, penegasan kembali bahwa Sultan HB IX sebagai representasi seluruh rakyat Yogyakarta konsisten mendukung NKRI. ”Itu langkah cerdas HB IX yang dengan cepat memanfaatkan momentum 30 Juni, yaitu sehari setelah tentara Belanda ditarik mundur dari Yogyakarta, atau yang selalu diperingati sebagai peristiwa Yogya Kembali 29 Juni 1949,” tegas Prof Djoko.

Saat memproklamasikan kedaulatan RI pada 30 Juni 1949, Sultan HB IX menjabat sebagai Menteri Negara Koordinator Keamanan. Ia bertindak atas nama Presiden RI dan bertugas menjadi ‘penjaga gawang’ ibukota negara yang berkedudukan di Yogyakarta. Sedangkan Soekarno-Hatta saat itu menyingkir ke Bukit Tinggi Sumatera Barat untuk mengamankan diri dari agresi militer Belanda. Soekarno-Hatta baru tiba kembali ke Yogya 6 Juli 1949.”Makna penting dari Proklamasi kedua tersebut adalah penegasan bahwa rakyat Yogyakarta tidak goyang atau berubah pendiriannya untuk tetap menyatu dengan NKRI. Ini penting untuk disampaikan agar semua orang tahu bahwa Yogyakarta setia dengan republik. Yogya sangat berjasa dalam memenangkan republik ketika republik ini hendak diambil kembali oleh Belanda,” jelas Djoko.Pengorbanan rakyat Yogyakarta, kata Djoko sudah selayaknya dihargai. Sehingga aspirasi tentang keistimewaan DIY menurutnya bukanlah keinginan yang mengada-ada dan berlebihan karena memiliki dasar yang kuat. ”Selama 63 tahun rakyat Yogya setia kepada NKRI dan tak pernah macam-macam. Itu mestinya menjadi landasan pertimbangan yang rasional untuk memberikan status istimewa,” tandasnya. Ditambahkan, Maklumat 5 September 1945 merupakan titik awal bergabungnya Yogyakarta sebagai bagian dari NKRI. Sikap tersebut secara konsisten ditunjukkan rakyat Yogya dalam peristiwa Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 yang menghabiskan pengorbanan besar. ”SO 1 Maret mungkin bisa disebut hanya sebagai letupan kecil. Tapi Proklamasi 30 Juni 1949 merupakan bukti konkret tentang kedaulatan RI,” ujar Djoko. (R-2)-ahttp://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=176794&actmenu=35

Tidak ada komentar: